Tunangan? Cie cie....
Hari ini, seorang kerabat bertunangan dengan orang yang
dipilih sebagai istrinya kelak. Bahagiakah? Seharusnya demikian... Saya pun
teringat lagu Kahitna yang berjudul Tak Sebebas Merpati. “Trimakasih kau terima
pertunangan indah ini, bahagia meski mungkin tak sebebas merpati...” Ah, lagu
ini begitu nakal! Bahagia tapi mungkin tak sebebas merpati? Berarti.... bahagia
di dalam sebuah kurungan dong? Nah...
Katanya pertunangan itu memantabkan niat. Dalam kamus besar
Bahasa Indonesia online, “tunang” sendiri berarti bersepakat akan menjadi suami
istri. Sebenarnya ketika sepasang kekasih sudah menyepakati untuk menikah,
berarti mereka sudah bertunangan (tidak harus di hadapan pendeta, kyai, romo...). Hanya saja memang ini perlu untuk dirayakan.
Merayakan sebuah kesepakatan! Jadi ya akhirnya pertunangan menjadi sebuah seremonial
dan deklarasi agar banyak orang tahu, ini lho aku sudah tunangan!! Ini pun seperti sebuah warning bagi para pengantri dan penggemar : maaf gan, sold out! Sudah laku!
Tapi ya hanya sebatas sepakat saja. Belum boleh tinggal
serumah, belum boleh ini dan itu... Dan seperti lagunya Via Vallen, tunangan
itu harus fokus satu titik : pernikahan. Ibarat proses pemanggilan Pendeta di
GKJ, pertunangan itu adalah masa vikariat. Menjadi vikraris itu serba nanggung. Sudah
diperbolehkan mengikuti Sidang Majelis, sudah melayani ini dan itu hampir sama seperti
halnya pendeta.... tapi belum disebut pendeta. Belum bisa mengenakan kolar,
toga, melayani sakramen... Ya begitulah proses.
Yang melegakan adalah masa penantian ini tidak akan terasa lama. Ketika
tanggal pernikahan telah disepakati, waktu akan berjalan sangat cepat! Sebutlah
rencana pernikahan sekitar setengah tahun lagi. Rasakan saja bagaimana bulan
demi bulan akan melaju dengan sangat cepat. Tiba-tiba sudah kurang satu
bulan... sudah tinggal semingu... Ya begitulah namanya orang bahagia. Waktu berputar
serasa lebih cepat! Meskipun tak sebebas merpati...
Komentar
Posting Komentar