rai gedhek
Budaya timur adalah budaya yang sangat peka akan hal rasa.
Bukan masalah benar atau salah, tetapi tepat atau tidak. Segala sesuatu lebih
dirasa daripada dipikir. Bagi mereka yang sudah luntur perasaannya dan tidak
lagi punya kemaluan, dimunculkanlah sebutan “rai gedhek”. Gambaran mereka yang
menutup mukanya dengan gedhek atau anyaman bambu.
Sungguh terlalu, para dewan rakyat yang baru saja memutuskan
undang-undang kekebalan dirinya sendiri. Siapapun yang menghina dewan terhormat
bisa dipenjara! Lho... emang yang milih dan nggaji sampeyan ini siapa? Ibaratnya
pelayan yang dipekerjakan oleh juragan, digaji, diberi makan, tapi pelayan itu
tidak memperbolehkan juragannya mengritik. Benar-benar rai gedhek!!
Daniel 9 : 1 – 14 (bacaan leksionari hari ini) menekankan akan
perkabungan dan pertobatan Daniel. Ia puasa dan berdoa mengarahkan hati kepada
Tuhan. Intinya Daniel ini sedang malu semalu-malunya. Ia malu kepada dirinya
sendiri yang tidak dapat melaksanakan Firman Tuhan. Ia pun juga malu dengan
keadaan bangsanya pada waktu itu, pemimpin-pemimpinnya, raja-rajanya, dan
bapa-bapanya. Saking malunya, Danielpun masuk dalam perkabungan.
Adakah kita masih punya rasa malu? Penyesalan dan pertobatan
itu diawali dari rasa malu. Kalau masih rai gedhek ya mustahil bagi kita untuk
bertobat. Masa Pra Paskah bukan masa jaim dengan gedhek kita. Tapi inilah masa
untuk kita “telanjang” dengan keberdosaan kita.
Komentar
Posting Komentar