doa sukasrana
Busur telah terpentang, anak panah telah terbidik tepat di
jantung Sukasrana. Darah Sumantri mendidih melihat tingkah adiknya yang
benar-benar membuatnya malu.
Di dalam hening, teringat kenangan-kenangan indah bersama
Sukasrana di benak Sumantri. Ia ingat betul, adiknya rela berpuasa dan jatah nasi
selalu diberikan kepada dirinya untuk menambah kekuatan. Ia pun teringat saat
adiknya mengaku di hadapan Rama Begawan telah mencuri
babi tetangga dan memakannya sendirian. Padahal pada waktu itu Sumantrilah yang
mencuri babi dan dijual ke pasar. Karena pengakuan itu Sukasrana dihukum
tinggal di kandang selama seminggu, sedangkan Sumantri dapat bebas
bermain-main. Ia pun masih ingat benar... Sukasrana menghadapi gerombolan
preman yang mencegat langkah mereka berdua menuju ke kota. Sukasrana dengan
keberanian yang luar biasa melemparkan preman-preman itu ke dalam jurang
meskipun pada akhirnya Sukasrana terluka parah. Sedangkan pada waktu dirinya
hanya sembunyi di balik rerimbunan bambu.
Sumantri menghela nafas panjang. Ia melihat Sukasrana hanya
menunduk sembari mempermainkan rambut panjangnya yang kusut. Sukasrana tidak berani
menengadah melihat wajah Sumantri kakaknya. Sumantri merasakan belaian lembut
angin surgawi yang sejuk di tengah taman Sriwedari. Taman inilah yang diboyong
oleh Sukasrana dari kayangan. Saat dirinya tidak sanggup menggenapi syarat Prabu Harjuna memindahkan taman Sriwedari dari
kayangan ke tengah kota Maespati, muncullah Sukasrana yang menyanggupi
membantunya memindahkan taman Sriwedari. Lagi-lagi adiknya menunjukkan cinta
kasih yang tulus, membantu Sumantri agar bisa kembali diterima di kota
Maespati. Sumantri merasakan benar betapa taman Sriwedari inilah tanda cinta
kasih adiknya kepada dirinya. Perlahan dikendorkannyalah busur yang mengarah ke
jantung Sukasrana. Hatinya yang tadinya beku, mulai mencair perlahan.
“Pulanglah, adikku... Pulanglah kembali ke Padepokan
Jatisrana. Pulanglah ke rumah kita...”
“Ora, kakang! Ora bakal aku bali! Aku wis mboyong taman
Sriwedari saka kayangan tekan alun-alun kene... Kuwi ora gampang, Kakang...
Panjalukku mung siji. Aku mung kepingin urip neng negeri Maespati kene... meski
dadi kere ora apa-apa.”
Demikianlah suara sengau Sukasrana menolak permintaan
Sumantri untuk pulang. Sumantri pun teringat kejadian kemarin sore di mana Dewi
Citrawati benar-benar terkejut dan takut ketika melihat sosok buta cebol
menjijikkan ada di tengah-tengah taman Sriwedari yang indah. Sumantri tak dapat
menjawab pertanyaan Dewi Citrawati yang menanyakan siapa sosok menjijikkan yang
ada di tengah-tengah taman Sriwedari. Dalam batin, Sumantri yakin itu adalah
adiknya sendiri, Sukasrana! Tapi ia malu mengatakannya. Ia malu memiliki adik
buruk rupa dengan perawakan yang menjijikkan tersebut. Ia malu sebagai pejabat
tinggi dengan wajah yang tampan bersaudara dengan sosok buta cebol yang
menjijikkan. Sumantri berjanji kepada Dewi Citrawati untuk mengusir makhluk
menjijikkan tersebut. Bahkan kalau perlu ia akan membunuhnya.
Penolakan Sukasrana untuk pulang benar-benar menggelapkan
kembali hati Sumantri. Ia tak ingat lagi semua pengorbanan Sukasrana sepanjang
hidupnya. Ia tidak lagi ingat cinta kasih adiknya yang begitu tulus. Yang ada
dalam pikiran Sumantri saat ini hanyalah mengenyahkan Sukasrana dari kehidupan
ini. Ia malu! Sangat malu dengan adiknya tersebut!!
Gelapnya hati Sumantripun memuncak dengan lepasnya anak
panah dari tangannya. Anak panah itu meluncur sangat cepat. Ujungnya yang
sangat tajam pun merobek dada Sukasrana dan menembus jantungnya. Sebelum mengakhiri
hidup, Sukasrana berkata dengan lirih... “Kakang Sumantri... aku isih laku pasa
saben dina... aku prihatin saben wektu... panjalukku marang para dewa namung
siji... aku ndedonga supaya kowe bisa nggayuh apa kang dadi pepinginanmu. Yen awakmu seneng... kuwi uwis cukup ndadekke...
atiku... seneng...”
Sumantripun terguncang hebat, tubuh dan jiwanya meratap. Sumantri mendekap Sukasrana dengan erat. Baru kali inilah air matanya menetes. Air matanya terus mengalir... menetes
membasahi tanah taman Sriwedari. Taman yang diboyong adiknya dari kayangan
sampai di kota Maespati sebagai wujud cinta kasih yang benar-benar tulus.
Komentar
Posting Komentar