Cerita Penyampul Buku
Malam ini, sejenak saya singgah ke toko buku di kota Klaten.
Tidak terlalu besar, juga tidak terlalu kecil. Setelah mengambil beberapa buku yang
diperlukan saya pun menuju ke kasir. Petugas kasir mengatakan bahwa ada layanan
sampul buku gratis, di sebelah penitipan barang. Saya pun langsung menuju ke
sana. Saya menjumpai seorang pemuda dengan cekatan menyampul buku-buku yang tersusun
di depannya. Melipat, menggunting, merapikan, selesailah buku tersampul dengan
rapi. Saat menyampul beberapa buku yang saya sodorkan, dia sempat berbincang
dengan rekannya Pak Satpam yang duduk tak jauh dari dirinya.
“Edan tenan og kancaku
mau...”
“Sing kathokan cendhak
mau?”
“Iya... Tumpakane
mobil alus... Pegaweane mung dolan-dolan wae... mbiyen kae ki kancaku sak
kelas. Saiki kok wis dadi bos...”
“Lha gaweane apa?”
“Dodolan manuk. Bocahe
ora patia pinter, ning beja tenan nasibe!”
“Ya wis, ndang
dirampungke gaweanmu. Kene tak ewangi, mase selak nunggu...”
Sebuah obrolan yang sederhana, tapi bermakna. Mas penyampul
buku mungkin merasa meri melihat
teman satu kelasnya yang tidak terlalu pintar, sekarang sudah menjadi “bos”,
juragan burung. Entah berapa gaji yang didapat sebagai karyawan toko buku, tapi
yang jelas tentu tidak sebesar pendapatan temannya yang juragan burung tadi. Ia
pun juga merasa iri akan kebebasan yang dirasakan temannya si juragan burung
tadi yang kerjaannya main-main terus. Tidak seperti dirinya yang sampai jam
sembilan malam harus bekerja melayani pembeli. Saya masih terngiang kata-kata
Satpam tadi. “Ya wis, ndang dirampungke
gaweanmu. Kene tak ewangi...” Satpam tadi mencoba menyadarkan mas penyampul
buku tadi akan realita yang harus dihadapi.
Penyampul buku itu sepertinya pekerjaan yang sederhana. Tapi
bagi mereka yang benar-benar menganggap buku adalah “harta berharga”, penyampul
buku melakukan sebuah pekerjaan yang luar biasa! Dibutuhkan ketelitian,
kejelian, dan kerapian untuk dapat menyampul buku. Dengan tersampulnya buku,
ini berarti buku terlindungi dari kotoran, debu, dan percikan air, sehingga
lebih awet. Di beberapa toko buku memang menyediakan layanan sampul buku
gratis. Inilah pelayanan yang luar biasa! Tidak ada pekerjaan yang sederhana. Tidak ada pekerjaan yang remeh. Setiap pekerjaan kalau dikerjakan dengan sungguh-sungguh dan hati yang riang akan menjadi berkat.
Ternyata saya adalah pembeli terakhir di toko buku pada hari
ini. Seusai merampungkan “tugas mulia”-nya, mas penyampul buku itu pun berkemas
untuk pulang. Ia sempat ngolet –
meregangkan tubuh – sejenak, mengurai penat dan lelah. Tetap semangat, mas
penyampul buku! Yang engkau lakukan sungguh pekerjaan yang menyenangkan banyak
orang. Keep Smile!! (dpp)
Komentar
Posting Komentar