Kangen Bang Iwan
Wakil rakyat seharusnya merakyat... Jangan tidur waktu sidang soal rakyat! Wakil rakyat bukan paduan suara... Hanya tahu nyanyian lagu "setuju......"
Siapa yang tak kenal lagu ini? Sebuah lagu yang jenaka tapi
tajam mengritik para wakil rakyat yang kerjanya tak becus. Iwan Fals menyuarakannya
pada tahun 1987, di tengah suasana politik yang sensitif akan kritik terhadap
pemerintah. Siapa berani mengritik, siap-siap dicekal dan dibui. Lagu ini
memang sempat dicekal pada masanya karena kritik yang begitu tajam terhadap
wakil rakyat. Tapi Bang Iwan tak gentar. Semakin dibungkam, semakin menjadi.
Periode 80-an adalah masa keemasan Iwan Fals. Lagu-lagunya sarat akan kritik. Bang
Iwan mampu menghadirkan kritik melalui lagu-lagu yang sederhana dan jenaka.
Sebut saja lagu Serdadu, Oemar Bakri, Sarjana Muda, Sumbang, Kereta Tiba Pukul
Berapa, Berkacalah Jakarta, Tikus-tikus Kantor, merupakan contoh lagu-lagu
jenaka yang sebenarnya adalah kritik sosial yang menjadi keprihatinan Iwan Fals.
Lagu-lagunya bisa dikatakan nylekit di kuping bagi mereka yang disindir. Oleh
karenanya di satu sisi Bang Iwan adalah sahabat rakyat kecil, tapi di sisi yang
lain “kerikil tajam” bagi penguasa pada waktu itu yang tak henti-hentinya
dijadikan bulan-bulanan melalui lagu-lagunya Bang Iwan.
Sebenarnya karya Iwan Fals tak melulu hal kritik. Ada kalanya
Iwan Fals memberikan apresiasi bagi mereka yang benar-benar luar biasa dalam berjuang.
Sebut saja lagu Hatta, Willy, dan Ibu yang merupakan wujud apresiasi,
penghormatan bagi mereka yang benar-benar berjuang dan menjadi pahlawan. Di
sisi yang lain Iwan Fals adalah “pemotret” ulung. Ia mampu merekam
peristiwa-peristiwa bersejarah menjadi dokumen lagu yang bisa didengar kapan
saja. Misalnya saja lagu Ethiopia, Galang Rambu Anarki, dan Celoteh Camar Tolol
dan Cemar. Sungguh, Iwan Fals adalah seorang yang sangat peka untuk
mengabadikan kehiduan ini dan menyuguhkannya dalam lagu penuh kritik,
apresiasi, keromantisan, serta kekuatan humanisme.
Sayang, kepekaan, produktifitas, dan kualitas karya Iwan
Fals menurun tajam di era 90-an hingga sekarang. Setelah album Swami (album
yang digarap Iwan bersama Sawung Jabo, Naniel, Nanoe, dan Innisisri) yang
dirilis tahun 1989, kritik Iwan Fals tak lagi tajam dan liar. Di album itulah,
kata banyak orang, dianggap sebagai puncak karya, cipta, dan rasa Iwan Fals
dengan lagu-lagu seperti Bento, Condet, dan Bongkar. Setelah itu album-album
yang dihasilkan lebih kepada perenungan pribadi Iwan Fals dan keluarganya.
Kematian putra terkasih, Galang Rambu Anarki di tahun 1997 membuat lwan Fals
undur diri sejenak dari dunia musik. Dan hingga sekarang, meskipun beberapa kali
mengeluarkan album, tapi emosi, ketajaman, dan liarnya sosok Iwan Fals tak lagi
sama seperti dulu.
Ada yang mengatakan Iwan Fals berubah karena sudah makmur
dan mapan. Ada juga yang mengatakan Iwan Fals mengalami titik jenuh dalam
berkarya. Dan ketika dikaitkan dengan situasi politik, banyak yang beranggapan
jaman sekarang tidak ada tantangannya mengritik pemerintah. Nggak seru lagi.
Nggak kayak jaman dulu. Yah, manusia memang tak selamanya sama. Ada kalanya manusia
berubah seturut dengan arus jaman. Ada kalanya setel kenceng, ada kalanya setel
kendho.... Itulah kehidupan. Meskipun demikian, kita pantas mengapresiasi perjalanan
seorang legenda yang penuh liku perjuangan, Bang Iwan Fals.
Jangan bicara soal idealisme.... Mari bicara berapa banyak uang di kantong kita? Atau berapa dahsyatnya... Ancaman yang membuat kita terpaksa onani!
(dpp)
Dan, bang Iwan adalah penggemar kopi jugak. Sama dengan bro dav...
BalasHapushehehe.... masak luwak minum luwak?
BalasHapus