aku mengoleksi maka aku ada
Saat sowan ke rumah
mbah Atma di Purwodadi, salah satu sudut rumahnya berjajar puluhan sepeda onta
(pit kebo). Inilah salah satu
kebanggaan mbah Atma. Jumlahnya ada 23 buah. Setiap sepeda memiliki narasinya
sendiri yang membuatnya berharga dan bermakna. Dan beberapa waktu yang lalu
ketika mengadakan "ibadah kopi" di rumah kediaman Pak Anto di Potorono jalan
Wonosari, ruang untuk menerima tamu seolah
berdindingkan lemari berisi ratusan (bahkan mungkin ribuan) buku yang menjadi
kebanggaannya! Hal yang sama juga dilakukan oleh Pak Yahya Tirta di Purwantoro
yang memiliki bejibun buku tertata rapi di lemari. Sedangkan mas Seti
sepertinya lebih tertarik memilih akik sebagai barang koleksi yang
dibanggakannya. Beberapa kali nampak mas Seti memakai akik dan menceritakan
dengan bangga kisah di balik akik-akik yang dipakainya tersebut. Kalau saya
dulu suka mengumpulkan kaset pita. Terakhir saya hitung, kaset pita yang telah
saya kumpulkan sudah lebih dari lima ratus buah! (ehm, siapa yang nanya ya???)
Barang koleksi itu memang unik. Nilainya sangat subjektif. Sepeda
onta yang dibanggakan mbah Atma belum tentu menjadi sesuatu yang berharga bagi
mas Seti. Demikian juga kaset yang saya anggap barang berharga bisa jadi tidak
memiliki nilai apa-apa bagi Pak Anto. Semua itu kembali lagi kepada penilaian
masing-masing individu. Benda-benda yang kita anggap biasa, bisa jadi itu
adalah benda yang luar biasa bagi orang lain. Ketika para kolektor akik rela
merogoh kocek puluhan bahkan ratusan juta untuk mendapatkan akik yang
diincarnya, bagi yang tidak begitu suka akik lalu berkomentar sinis, “batu kayak gitu saja.... harganya ratusan
juta... mending buat naik haji, bisa nyicil tempat di surga...”
Puas. Itulah tujuan akhir para kolektor. Saya mengoleksi
kaset, misalnya. Waktu saya mengumpulkan album the Beatles, serasa ada yang
kurang ketika album itu belumlah lengkap, dari album pertama sampai yang
terakhir. Ada satu set album yang memang sangat sulit didapat, yakni Anthology
1, 2, 3 the Beatles. Setelah menunggu bertahun-tahun, saya menjumpai ada orang
yang mau jual satu set album itu tapi harganya cukup mahal. Waduh... di sinilah
seninya orang mengoleksi barang. Rasa penghargaan kita diuji ketika menjumpai
ada barang incaran kita berharga mahal. Akhirnya saya pun memutuskan untuk
membeli album Anthology 1, 2, 3 tersebut, meskipun resikonya uang tabungan
terkuras. Tapi ada sebuah kebanggan ketika berhasil melengkapi album the
Beatles full set!! Masalah tabungan habis... ya besok kan bisa ngumpul lagi?
Kalau kesempatan memiliki album langka, kapan lagi bisa seperti ini?
Mengoleksi bukan hanya mengumpulkan dan memiliki, tetapi
memberikan makna dan narasi bagi setiap barang itu. Dengan kata lain,
sebenarnya yang berharga bukanlah barangnya, tapi perjuangan, cerita, dan
kenangan untuk mendapatkan barang itu. Inilah yang membuatnya menjadi mahal. Dengan
mengoleksi barang, sebenarnya kita sedang membentuk identitas kita. Siapa kita
di mata orang lain, bisa dinilai dari apa yang kita koleksi dan bagaimana kita
berjuang untuk mendapatkannya. Dan memang begitulah... Aku mengoleksi, maka aku ada. Hana! (dpp)
kok ora ana tombol 'like' ya? hehe
BalasHapus